Samakah Obsesi dan Ambisi?

05.00
Perbedaan Obsesi dan Ambisi


Sudah dipusingkan sama passion, semangat, hobi, sugesti diri, eh, ini lagi, obsesi dan ambisi. Hehe, maaf-maaf. Tidak bermaksud demikian. Tapi lebih tahu jelas lebih baik daripada tidak. Banyak orang merasa lelah mengejar cita-cita. Mungkin yang telah membaca ini tahu, itu termasuk ambisi. Atau malah termasuk dari obsesi. Nah, karena keduanya mirip namun jelas berbeda tentu mempengaruhi dampak kehidupan manusia juga berbeda. Cukup krusial sebenarnya. Artinya, kita dipastikan pernah menjadi orang yang ambisius dan juga orang yang penuh dengan obsesi. Mengenal kedua kata itu dalam kehidupan kita dapat menjadi dasar untuk mengurangi ambisi yang tidak bermanfaat serta obsesi yang tidak bermanfaat juga. Sehingga bisa kita segera ganti dengan yang baru.

Coba pikirkan ini. Ada yang bekerja lembur dengan suka rela. Pasti ada yang ingin dicapainya segera. Ada yang belajar mati-matian setiap hari. Pasti ada yang ingin dicapainya juga. Ada yang rela kesana-kemari agar kontribusinya di organisasi terlihat dan memberi hasil nyata. Pasti ada yang ingin dicapainya kan? Nah, dari aktifitas itulah obsesi dan ambisi itu ada.

Ambisi sendiri cenderung bermakna negatif dibandingkan obsesi. Ada yang menjelaskan ambisi layaknya seorang pria yang saling menyikut demi jabatan tertentu di perusahaan atau partai politik. Ya, tidak bisa disalahkan juga pendapat itu. Intinya, ambisi adalah caramu untuk bisa mencapai tujuanmu. Entah apapun tujuanmu sekarang, dan caramu yang melakukannya itulah ambisimu. Ambisi lebih cenderung pada fokusnya diri meraih prestasi tanpa menghiraukan apapun yang mengusiknya. Seperti teman mengajak keluar malam minggu, kita menolak dan memilih belajar. Teman mengajak hangout di kafe-kafe kopi untuk ngobrol, kita menolak dan memilih memikirkan proyek pekerjaan. Ambisi ada disetiap orang yang sadar dirinya belum sukses dan mencoba sukses. Saya pun mengakui pernah seperti itu dan hampir dipastikan mirip-mirip seperti itu sekarang ini. Hanya bedanya, saya sadar, paham, dan mengurangi ambisi dalam diri dan lebih rileks menjalani kehidupan.

Lalu apa obsesimu? Obsesi adalah apa yang membuatmu berpikir kamu tidak bisa hidup tanpa melakukan itu. Cenderung lebih ekstrim sebenarnya obsesi dibandingkan ambisi. Bedanya, ambisi cenderung ada kaitannya mengabaikan orang lain. Padahal tidak. Hanya saja kita lebih mudah memilih prioritas dalam kehidupan dibandingkan orang lain. Coba lihat seorang temanmu yang selalu mengeluh hidupnya tidak sukses dan banyak gagalnya. Dipastikan dirinya kurang berambisi. Rencananya hanyalah wacana. Diniatkan tapi tidak dikerjakan. Tidak ada motivasi, inspirasi dan semangat. Benar kan? Dirinya dipastikan juga sulit berkata tidak pada teman-temannya yang selalu mengajak santai, bermain, dan selalu menolak jika diajak untuk lebih mengenali diri, belajar, dan melakukan aktifitas untuk mensukseskannya. Loh, padahal dia sendiri ingin sukses. Itulah manusia. Saya dulu juga begitu.

Obsesi lebih pribadi bentuknya. Biasanya kebiasaan seseorang yang dilakukannya baik sadar ataupun otomatis begitu. Jika kebiasaan itu dirubah, dia bingung, kecuali dia memang ingin merubahnya. Selain itu, obsesi terkait juga dengan kebendaan dan kemanusiaan. Seseorang merasa hidupnya bersemangat jika dicintai misalnya. Mudah mengejar cita-citanya. Obsesinya mendapatkan cinta, dicintai, disayangi. Tapi lihat jika dia putus cinta. Apa yang dilakukannya? Tentu dia akan segera mencari cinta yang baru atau mengajak seseorang yang baru memutuskan hubungannya untuk kembali padanya. Sehingga obsesinya terhadap cinta menjelaskan dia tidak bisa berlama-lama tanpa cinta. Hidupnya bisa hancur, semangatnya bisa lenyap. Bahkan banyak orang mengakhiri hidupnya karena obsesinya telah hilang.

Cukup sulit lepas dari dua hal diatas. Malah dipastikan tidak bisa. Hanya bisa dipahami dan disyukuri saja. Kenapa? Tanpa ambisi dan obsesi, kamu berarti hidup mengalir apa adanya. Tanpa upaya dan doa. Padahal kamu juga ingin sukses. Tentu itu bertolak belakang dengan konsep ambisi dan obsesi diatas.

Jadi, cobalah mengontrol ambisi dan obsesimu. Kedua hal itu juga mempengaruhi ego diri. Mungkin ambisimu untuk bisa jadi ketua BEM tidak terlaksana, ya tidak apa-apa, alangkah baiknya dikontrol ego diri. Tidak lantas menjegal orang lain, atau memaki-maki. Dipastikan ada hikmahnya. Obsesimu untuk selalu bisa memberikan kontribusi pada organisasi, nyatanya kamu malah dianggap sebelah mata, tidak dihargai, atau paling buruknya disingkirkan. Kontrol ego dirimu lagi. Masih banyak tempat untuk menampung obsesimu, masih banyak hal yang bisa kamu jadikan obsesi.

Yang terpenting, kontrol ego diri itu haruslah bermuara pada hal yang positif. Perlu intropeksi diri setiap akhir pekan. Lihat dirimu sepanjang minggu ini. Apakah ambisimu melukai orang lain? Apakah obsesimu malah merugikan dirimu sendiri? Ganti dengan yang lebih positif, kontrol ego diri agar lebih mendewasakan dirimu.

Semoga bermanfaat ya. Salam.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »